Catatan Akhir
Tahun PGRI: Mengurai Permasalahan Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah
tools untuk mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Indonesia
merupakan negara berkembang dan masih memiliki permasalahan dunia pendidikan
yang cukup pelik. Persatuan Guru Republik Indonesia(PGRI) sebagai organisasi perjuangan,
ketenagakerjaan, dan profesi guru yang menjadi mitra strategis pemerintah di
bidang pendidikan, sangat menyadari hal tersebut. Muncul gagasan untuk mengurai
dan mencari solusi permasalahan pendidikan saat ini dengan mengadakan diskusi
bersama para ahli, Senin, 18 November 2019 di Gedung Guru Indonesia, kantor
Pengurus Besar PGRI, Tanah Abang III/24 Jakarta -Pusat.
Diskusi terbatas para ahli pendidikan ini
merupakan catatan akhir tahun guna menyiapkan guru memasuki era revolusi
industri 4.0 berlangsung di ruang Indonesia tepat pukul 9 WIB. Dalam
pembukaan, seluruh hadirin dengan khidmat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya dilanjutkan dengan sambutan Ketua Umum PB PGRI, Ibu Prof. Dr. Unifah
Rosyidi, M.Pd., sekaligus membuka secara resmi acara diskusi. Ibu Unifah
Rosyidi menyampaikan bahwa puncak acara ulang tahun ke-74 PGRI dan Hari Guru
Nasional tahun 2019, akan digelar 30 November 2019 di Stadion Wibawa Mukti,
Kabupaten Bekasi. Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. H. Joko Widodo, beserta
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim direncanakan hadir
bersama 35.000 guru seluruh Indonesia. Dalam rangka HUT PGRI dan Hari Guru
Nasional tersebut, Ketua Umum PB PGRI ingin menyampaikan
pemikiran/gagasan/masukan kepada Pemerintah(Kemendikbud RI) tentang upaya
membangun pendidikan berkualitas melalui kegiatan diskusi para ahli. Hasil
diskusi akan dituliskan sebagai bentuk catatan akhir tahun PGRI. Hal ini
dilakukan guna mempersiapkan guru menyikapi revolusi industri 4.0 karena PGRI
terus bergerak mewujudkan pendidikan nasional, memajukan pendidikan nasional,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan aspirasi untuk meningkatkan
martabat guru. Kegiatan diskusi akan terus dilakukan di masa mendatang,
membahas berbagai isu penting dunia pendidikan. PGRI telah memiliki lembaga
kajian Pendidikan yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ace Suryadi, M.Pd.
Diskusi
tersebut dihadiri oleh pakar-pakar pendidikan, di antaranya yaitu Prof. Dr. Ali
Ghufron Mukti M.Sc, Ph.D, Prof. Dr. Phil H. Kamaruddin Amin M.A., Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat, Dr. H. Marzuki Alie SE. MM, Prof. Dr. Ir. Asep Saefudin,
Dr. Muhammad Qudrat Wisnu Aji S.E. M.Ed., Dr. KH. Abdul Wahid Maktub, Prof.
Tian Belawati, M.Ed, Ph.D., Irman Yasin Limpo SH, Dr (cd) Zulfikar Alimuddin
B.Eg., M.M, Dr. Komarudin M.Si, Prof. Dr. Bedjo Sujanto, Ahmad Rizali, Prof.
Dr. Richardus Eko Indrajit M.Sc., MBA, Ahmad Gamal, S.Ars., M.Si., M.Up., Ph.D,
Dr. Drs. Sugiaryo SH M.Pd, M.H., Dr. Pieter Sahertian S.Si, Dr. H. Bukman Lian,
M.M., M.Si, Dr. Muhdi M.Hum, dan Dr. Sudharto, MA.
Dimoderatori
oleh Prof. Dr. Ace Suryadi, diskusi dimulai dengan mengerucutkan pembahasan
pada tiga komponen, pertama education for all (pendidikan untuk semua), kedua
pendidikan vokasi dan profesi, ketiga pendidikan tinggi akademik.
Pembicaraan
pertama diawali pemaparan Walikota Tangerang, Arief Wismansyah yang menuturkan
era disruption. Perubahan terjadi begitu cepat. Perubahan memengaruhi
lingkungan yang ada. Dahulu kota Tangerang
dikenal sebagai kota industri, namun seiring
berjalannya waktu, kini pengusaha industri mulai tidak lagi menempatkan
pabriknya di kota
ini. Saat ini, mereka justru lebih memilih merelokasi pabriknya ke
daerah-daerah yang UMP-nya lebih rendah guna meningkatkan efisiensi biaya
operasional. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi Pemkot Tangerang dalam
upayanya mencetak generasi yang lebih kapabel dan kompeten.
Menurutnya pendidikan itu merupakan investasi
jangka menengah dan jangka panjang. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan
Pemkot Tangerang telah mengucurkan dana 23-25% per tahun dari total anggaran.
Bentuk lainnya dilakukan dengan cara meningkatkan honor guru, membuat
kampung-kampung belajar, mengadakan program adiwiyata, membuat kelompok belajar
guru, serta memberikan smart parenting bagi orang tua.
Ditelusuri
lebih lanjut keterbatasan dana BOS dan BOP tidak bisa mengoptimalkan kegiatan
ekstrakulikuler yang ada di sekolah. Sebab ada beberapa ekskul yang tidak
terbackup dari dana tersebut. Solusi hadir dari keikutsertaan komite sekolah
dalam pengelolaannya, jelas Bapak Walikota Tangerang.
Dr. H.
Marzuki Alie SE. MM, menyampaikan poin penting dunia pendidikan yang paling
mendasar adalah memastikan terlebih dahulu pijakannya harus kuat sebelum
melompat. Empat kompetensi dasar (KD) yang perlu dimiliki oleh guru adalah
kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Bila keempat pilar tersebut
telah melekat pada guru, maka pendidikan dapat menghasilkan SDM berkualitas dan
unggul.
Cara menjadikan guru profesional yaitu dengan meningkatkan literasinya serta
memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang kekayaan Indonesia ,
jelas Marzuki (UNESCO menjelaskan literasi adalah seperangkat keterampilan yang
nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas
dari konteks di mana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa
keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya).
Di sesi siang hari, diskusi kian hangat
seiring bermunculan ide-ide, gagasan, pemikiran yang luar biasa dari para ahli
lainnya seperti Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc. Ph.D, Dr. Muhammad Qudrat
Wisnu Aji, SE. M.Ed, Prof. Dr. Ir. Asep Saefudin, Prof. Dr. Phil H. Kamaruddin
Amin, M.A., Dr. Komarudin, M.Si, Prof. Tian Belawati, M.Ed, Ph.D, Dr (cd)
Zulfikar Alimuddin, B.Eg., M.M, Dr. KH. Abdul Wahid Maktub, Irman Yasin Limpo,
SH, dan Prof. Dr. Bedjo Sujanto.
Diskusi
sesi dua dimoderatori Dr. Parji. Pembicara pertama di sesi kedua yaitu,
Direktur GTK Madrasah, Kemenag. Dilanjutkan oleh Ahmad Rizali, Dr. Sudharto,
MA, Prof. Dr. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat,
dan Ahmad Gamal, S.Ars., M.Si., M.Up., Ph.D.
“Tidak
pernah ada istilah education 4.0, karena pertama kali yang memulai istilah ini
adalah Kanselir Merkel dalam World Economic Forum, pertengahan 2015. Para pakar berdiskusi mengenai stagnasi pertumbuhan
ekonomi,” jelas Gamal.
Permasalahan
yang muncul kini, bagaimana menyampaikan materi belajar melalui penggunaan
komputer atau melatih peserta didik untuk lebih mahir menggunakan komputer,
cyber physical system, information transparency, lalu peran manusia berada di
pembuat keputusan-keputusan, tutur Gamal pembicara yang mewakili generasi
milenial.
Ia
menjelaskan kembali beberapa bidang yang akan digantikan fungsi pengerjaannya
oleh mesin dalam 10 tahun ke depan yaitu 49% bidang pekerjaan dari transportasi
akan hilang, manufacturing, 30% di bidang finance, 26% dari teknologi informasi
juga terkena imbas. Bidang-bidang yang berisiko paling kecil akan hilang di era
revolusi industri 4.0 ini adalah bidang yang lebih memanusiakan manusia. Hanya
20% dari bidang kesehatan dan kerja sosial, seni, lalu terendah adalah bidang
pendidikan.
Seluruh
pembicara telah mengemukakan point-point penting dalam catatan akhir pendidikan
kita untuk menyiapkan guru memasuki Era Revolusi Industri 4.0, maka forum
kembali dimoderatori Prof. Dr Ace Suryadi yang memaparkan beberapa kesimpulan,
di antaranya: Mutu pendidikan nasional adalah agregat mutu sekolah sebagai
refleksi dari kontinuitas antara kebijakan dan program pemerintah, pemda, serta
kebijakan dan program pembelajaran di sekolah. Mutu pendidikan ditentukan oleh
kemampuan pemerintah di semua tingkatan (termasuk sekolah) untuk melahirkan dan
melaksanakan kebijakan pendidikan yang bermutu. Keberhasilan semua kebijakan
pendidikan pada akhirnya harus diukur dari kapasitas sekolah sebagai satuan
pendidikan yang otonom, dipimpin kepala sekolah yang profesional dan
dilaksanakan guru-guru yang profesional sebagai suatu tim yang kuat. Mutu
pendidikan tidak diukur dari sejauh mana para siswa menguasai konten ilmu
pengetahuan tetapi dari kemampuan mereka untuk belajar sepanjang hayat(lifelong
learner) didukung literasi dasar dan digital yang kuat.
Masih
banyak catatan-catatan penting yang perlu dituliskan kembali secara
berkelanjutan guna menghasilkan masukan positif demi pendidikan di Indonesia yang
lebih berkualitas